Archive for November, 2010

Michael Focault tentang hukum

Suatu Sketsa Pemikiran Michael Focault dan Jacques Derrida tentang hukum Pemikiran Michael Focault dan Jacques Derrida tentang hukum Walaupun Michael Foucault dan Jacques Derrida bukanlah akademisi , praktisi dan ilmuwan hukum tetapi pemikirannya tentang kuasa, pengetahuan dan diskursus telah menjadi bahan refleksi pemikiran bagi para akademisi hukum lainnya terutama para akademisi hukum progresif , begitu pula Jacques Derrida yang pemikirannya tentang dekonstruksi teks menjadi perhatian menarik karena memfokuskan diri pada teks sebagai sebuah ciptaan manusia yang dalam ilmu hukum ini menjadi sentra kajian karena sebagaimana dalam pemikiran legisme dalam ilmu hukum yang menyatakan bahwa hukum adalah segala sesuatu yang termuat dalam perundang-undangan, dan isi dari undang-undang adalah teks hukum , disinilah kita bisa memulai bahasan tentang bagaimana pemikiran Micahael Focault dan Jacques Derrida mempunyai arti dalam kajian teori hukum kontemporer. Hukum adalah bahasa yang terlembagakan dengan sistematis dan mempunyai kekuatan sanksi sehingga hukum bukan sekedar bahasa indah seperti dalam karya sastra , karena teks hukum mempunyai wewenang dan mempunyai kekuatan sanksi karenanya teks dalam hukum mempunyai kekuasaan untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Yang menurut John Austin dalam bukunya The Province of Jurisprudence Determined , John Austin membagi hukum dalam dua macam yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan ( God’s Law) dan hukum manusia ( Human Laws) , dimana hukum manusia yang menurut John Austin dibedakan antara hukum yang sebenarnya ( hukum positif) dan hukum yang tidak sebenarnya (positive morality) , dan untuk dapat memenuhi unsur-unsur hukum positif haruslah memenuhi unsur-unsur: command (perintah ), sanksi, kewajiban dan sovereignity( kedaulatan), bila keempat unsur itu tidak terpenuhi maka yang ada bukanlah hukum positif tapi hanya sekedar positive morality. Michael Focault menyatakan bahwa hukum hukum bukanlah kondisi yang diperlukan untuk membebaskan manusia dan juga bukan sesuatu yang timbul dari dominasi kelas sosial,dan hukum tidak cukup hanya dimengerti hanya melalui pandangan pelaku tindakan tidak juga melalui kehidupan keseharianyang dialami dan direproduksi. Pemikiran Derrida tentang cara membaca teks menduduki peran yang penting dalam hukum dalam perspektif dekonstruksi hukum Derrida , teks hukum bukanlah sekedar bahasa lisan temporal dan teks hukum terdiri dari jaringan , struktur hirarkis tersubordinasi dan teks hukum menciptakan dominasi makna . Hukum adalah bahasa terlembagakan dengan sistematis mengandung konstruksi metanarasi keadilan , bahasa hukum diciptakan untuk menanggulangi interpretasi multi tafsir , para ahli hukum dan praktisi hukum seperti akademisi hukum dan aparat penegak hukum seperti jaksa, polisi, hakim dan advokat menjadikan hukum sebagai sumber kewenangan( source of authorithy)yang memberi ruang kewenangan bagi kepentingan profesi mereka . Hukum yang tertulis memiliki wilayah dan waktunya sendir daya ikat hukum timbul karena teks dalam hukum bekerja pada tataran afektif (perilaku) bukan hanya sekedar tataran kognitif saja , ini dikarenakan kemampuan memberikan sanksi melalui mekanisme sanksi sebagaimana dalam pemikiran John Austin dan Hans Kelsen terlihat jelas bahwa pandangan mereka berdua sebagai tokoh dalam positivisme hukum menempatkan hukum sebagai alat ketertiban sosial karena hukum positif ditempatkan pada posisi superior diatas masyarakat sehingga jika terjadi konlik , discrepancy atau dikotomi antar keduanya maka masyarakatlah yang harus menyesuaikan diri dengan hukum dan mematuhinya tanpa syarat melalui mekanisme sanksi yang diterapkan oleh hukum., pengaturan sanksi bagi pelanggara hukum merupakan upaya paksa agar orang tersebut tidak melakukan pelanggaran hukum dalam perilaku (afektif) kehidupannya , dengan begitu hukum adalah alat ketertiban sosial ( law as a tool of social order) . Dalam pemikiran positivisme hukum dikenal teori fiksi hukum yang menganggap bahwa semua orang dianggap mengetahui hukum begitu hukum itu diundangkan, ini bisa kita lihat dalam kasus Prita Mulia Sari persoalan hukum selanjunjutnya adalah dominasi tafsir , dalam konteks hukum negaralah yang mendominasi tafsir atas teks-teks hukum bahkan sampai dalam bagian penjelasan dari suatu aturan perundangan sekalipun tidak boleh ada penafsiran lain selain dari penjelasan resmi negara yang termuat dalam suatu kitab perundangan , Absolutisme negara dalam mendudukkan tafsir hukum telah menutup ruang bagi pikiran-pikiran lain , shingga dalam hukum bukan sekedar metanarasi keadilan tetapi juga tafsir atas peraturan perundangan sendiri adalah suatu metanarasi, sendiri ,Derrida menolak semua metanarasi karena metanarasi adalah suatu logosentrisme yang menguniversalkan makna rasional. Hukum nasional yang partisipatif adalah hukum nasional yang mengatur dasar pola-pola umum yang kemudia masyarakat mengaturkan sendiri dalam kehidupan keseharian , hukum menjadi suatu the living law yaitu sutu teks dokumen yang hidup berdasarkan napas dan kebutuhan masyarakat bukan hukum yang mengabsolutkan tafsir dan menerapkannya dalam suatu impersonalitas pranata dan kelembagaan hukum .. Diposkan oleh sketsa_pantarei di 4/11/2010 10:17:00 AM 0 komentar: Suatu Sketsa Pemikiran Michael Focault dan Jacques Derrida tentang hukum Pemikiran Michael Focault dan Jacques Derrida tentang hukum Walaupun Michael Foucault dan Jacques Derrida bukanlah akademisi , praktisi dan ilmuwan hukum tetapi pemikirannya tentang kuasa, pengetahuan dan diskursus telah menjadi bahan refleksi pemikiran bagi para akademisi hukum lainnya terutama para akademisi hukum progresif , begitu pula Jacques Derrida yang pemikirannya tentang dekonstruksi teks menjadi perhatian menarik karena memfokuskan diri pada teks sebagai sebuah ciptaan manusia yang dalam ilmu hukum ini menjadi sentra kajian karena sebagaimana dalam pemikiran legisme dalam ilmu hukum yang menyatakan bahwa hukum adalah segala sesuatu yang termuat dalam perundang-undangan, dan isi dari undang-undang adalah teks hukum , disinilah kita bisa memulai bahasan tentang bagaimana pemikiran Micahael Focault dan Jacques Derrida mempunyai arti dalam kajian teori hukum kontemporer. Hukum adalah bahasa yang terlembagakan dengan sistematis dan mempunyai kekuatan sanksi sehingga hukum bukan sekedar bahasa indah seperti dalam karya sastra , karena teks hukum mempunyai wewenang dan mempunyai kekuatan sanksi karenanya teks dalam hukum mempunyai kekuasaan untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Yang menurut John Austin dalam bukunya The Province of Jurisprudence Determined , John Austin membagi hukum dalam dua macam yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan ( God’s Law) dan hukum manusia ( Human Laws) , dimana hukum manusia yang menurut John Austin dibedakan antara hukum yang sebenarnya ( hukum positif) dan hukum yang tidak sebenarnya (positive morality) , dan untuk dapat memenuhi unsur-unsur hukum positif haruslah memenuhi unsur-unsur: command (perintah ), sanksi, kewajiban dan sovereignity( kedaulatan), bila keempat unsur itu tidak terpenuhi maka yang ada bukanlah hukum positif tapi hanya sekedar positive morality. Michael Focault menyatakan bahwa hukum hukum bukanlah kondisi yang diperlukan untuk membebaskan manusia dan juga bukan sesuatu yang timbul dari dominasi kelas sosial,dan hukum tidak cukup hanya dimengerti hanya melalui pandangan pelaku tindakan tidak juga melalui kehidupan keseharianyang dialami dan direproduksi. Pemikiran Derrida tentang cara membaca teks menduduki peran yang penting dalam hukum dalam perspektif dekonstruksi hukum Derrida , teks hukum bukanlah sekedar bahasa lisan temporal dan teks hukum terdiri dari jaringan , struktur hirarkis tersubordinasi dan teks hukum menciptakan dominasi makna . Hukum adalah bahasa terlembagakan dengan sistematis mengandung konstruksi metanarasi keadilan , bahasa hukum diciptakan untuk menanggulangi interpretasi multi tafsir , para ahli hukum dan praktisi hukum seperti akademisi hukum dan aparat penegak hukum seperti jaksa, polisi, hakim dan advokat menjadikan hukum sebagai sumber kewenangan( source of authorithy)yang memberi ruang kewenangan bagi kepentingan profesi mereka . Hukum yang tertulis memiliki wilayah dan waktunya sendir daya ikat hukum timbul karena teks dalam hukum bekerja pada tataran afektif (perilaku) bukan hanya sekedar tataran kognitif saja , ini dikarenakan kemampuan memberikan sanksi melalui mekanisme sanksi sebagaimana dalam pemikiran John Austin dan Hans Kelsen terlihat jelas bahwa pandangan mereka berdua sebagai tokoh dalam positivisme hukum menempatkan hukum sebagai alat ketertiban sosial karena hukum positif ditempatkan pada posisi superior diatas masyarakat sehingga jika terjadi konlik , discrepancy atau dikotomi antar keduanya maka masyarakatlah yang harus menyesuaikan diri dengan hukum dan mematuhinya tanpa syarat melalui mekanisme sanksi yang diterapkan oleh hukum., pengaturan sanksi bagi pelanggara hukum merupakan upaya paksa agar orang tersebut tidak melakukan pelanggaran hukum dalam perilaku (afektif) kehidupannya , dengan begitu hukum adalah alat ketertiban sosial ( law as a tool of social order) . Dalam pemikiran positivisme hukum dikenal teori fiksi hukum yang menganggap bahwa semua orang dianggap mengetahui hukum begitu hukum itu diundangkan, ini bisa kita lihat dalam kasus Prita Mulia Sari persoalan hukum selanjunjutnya adalah dominasi tafsir , dalam konteks hukum negaralah yang mendominasi tafsir atas teks-teks hukum bahkan sampai dalam bagian penjelasan dari suatu aturan perundangan sekalipun tidak boleh ada penafsiran lain selain dari penjelasan resmi negara yang termuat dalam suatu kitab perundangan , Absolutisme negara dalam mendudukkan tafsir hukum telah menutup ruang bagi pikiran-pikiran lain , shingga dalam hukum bukan sekedar metanarasi keadilan tetapi juga tafsir atas peraturan perundangan sendiri adalah suatu metanarasi, sendiri ,Derrida menolak semua metanarasi karena metanarasi adalah suatu logosentrisme yang menguniversalkan makna rasional. Hukum nasional yang partisipatif adalah hukum nasional yang mengatur dasar pola-pola umum yang kemudia masyarakat mengaturkan sendiri dalam kehidupan keseharian , hukum menjadi suatu the living law yaitu sutu teks dokumen yang hidup berdasarkan napas dan kebutuhan masyarakat bukan hukum yang mengabsolutkan tafsir dan menerapkannya dalam suatu impersonalitas pranata dan kelembagaan hukum .. Diposkan oleh sketsa_pantarei di 4/11/2010 10:17:00 AM 0 komentar:

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!