(Rancangan)
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …TAHUN …
TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA
I. UMUM
Dua puluh tujuh tahun perjalanan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan waktu yang cukup panjang untuk melihat,
memahami, dan mendalami kelemahan dan kelebihan makna substansi KUHAP
tersebut dalam implementasinya. Dalam waktu lebih dari seperempat abad ini pula
terjadi perubahan sosial, ekonomi, dan hukum akibat kemajuan teknologi, terutama di
bidang komunikasi dan transportasi sehingga dunia terasa semakin kecil. Globalisasi
ekonomi, keuangan, dan perdagangan semakin meluas sehingga suatu negara tidak
dapat menutup diri dari pengaruh luar termasuk di bidang hukum.
Indonesia juga telah meratifikasi sejumlah konvensi internasional yang
substansinya langsung berkaitan dengan penegakan hukum antara lain:
a. Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Manusia;
b. International Covenant on Civil and Political Rights yang disahkan dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil
and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) ;
c. United Nations Convention Against Corruption yang disahkan dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention
Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
2003).
Dalam International Covenant on Civil and Political Rights diatur sejumlah
ketentuan mengenai hak asasi manusia, terutama mengenai penahanan yang langsung
terkait dengan substansi KUHAP.
Selain permasalahan praktik penanganan perkara tindak pidana, perkembangan
hukum dan perubahan peta politik yang dibarengi dengan perkembangan ekonomi,
transportasi, dan teknologi yang global berpengaruh pula pada makna dan keberadaan
substansi KUHAP.
Perubahan harus dimaknai dengan suatu keinginan yang lebih maju, terutama
demi menciptakan rasa keadilan dalam masyarakat seiring dengan aspirasi rakyat yang
berkembang sesuai dengan tuntutannya. Untuk itu, perubahan KUHAP yang diiinginkan
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
83
harus mencerminkan tuntutan tersebut, tanpa meninggalkan asas-asas yang
terkandung sebelumnya, misalnya asas:
1. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
mengadakan pembedaan perlakuan;
2. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-
Undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-
Undang;
3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di
muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum
tetap;
4. Orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau didadili tanpa alasan yang
berdasarkan Undang-Undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang ditetapkan, wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat
penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana,
atau dikenakan hukuman disiplin;
5. Peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas, jujur,
dan tidak memihak, harus diterapkan secara konsekuen pada seluruh tingkat
peradilan;
6. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh
bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan
pembelaan atau dirinya;
7. Terhadap tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan atau penahanan wajib
diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya dan wajib
diberitahu haknya tersebut termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan
advokat;
8. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang;
9. Pemeriksaan di sidang pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang;
10. Acara pidana yang diatur dalam Undang-Undang ini dilaksanakan secara wajar
(fair) dan para pihak berlawanan secara berimbang (adversarial); dan
11. Bagi setiap korban harus diberikan penjelasan mengenai hak yang diberikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan pada semua tingkat peradilan.
Di dalam KUHAP ini dipertegas adanya asas legalitas demi terciptanya kepastian
hukum dalam hukum acara pidana sehingga ketentuan hukum tak tertulis tidak dapat
dijadikan dasar untuk melakukan tindakan dalam lingkup hukum acara pidana.
Ditentukan pula bahwa ruang lingkup hukum acara pidana untuk melaksanakan tata
cara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan,
kaitannya dengan pemisahan lingkungan peradilan militer. Lingkup berlakunya hukum
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
84
acara pidana ini adalah termasuk pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan
peradilan umum.
Ketentuan mengenai penyelidikan, disesuaikan dengan perkembangan hukum,
terutama berkaitan dengan penyelesaian perkara atas pelanggaran hak asasi manusia.
Kewenangan penyelidikan tidak hanya dilakukan oleh pejabat kepolisian, melainkan
juga pegawai negeri atau orang tertentu, misalnya pejabat Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia.
Selain perluasan kewenangan penyelidikan, penyidikan juga diperluas tidak
hanya pejabat kepolisian, melainkan antara lain 2 (dua) pejabat tertentu yakni pejabat
imigrasi dan pejabat bea cukai, yang ditetapkan oleh KUHAP yang diberikan
kewenangan menyidik dan menyerahkan berkas penyidikannya langsung kepada jaksa
penuntut umum. Dengan demikian, di luar pejabat di atas, Undang-Undang lain tidak
dapat menentukan selain pejabat kepolisian negara dan pejabat penyidik tersebut. Hal
ini dimaksudkan untuk kepastian hukum dan menghindari tumpang tindih kewenangan
penyidikan di kemudian hari oleh suatu Undang-Undang yang mengaturnya.
Keberadaan pegawai negeri sipil penyidik (PNSP) yang dulu dikenal dengan PPNS,
tetap diberikan kewenangan sesuai dengan Undang-Undang yang mengaturnya, tetapi
dibatasi dengan memperhatikan kekhususan tugas dan fungsi yang secara teknis
memerlukan keahlian tertentu atau spesifik.
Untuk peningkatan profesionalitas penyidikan, dalam KUHAP ini penyidik
pembantu ditiadakan sehingga diharapkan seluruh penyidik di jajaran Kepolisian
Negara Republik Indonesia dapat disejajarkan dengan penegak hukum lainnya.
Dalam KUHAP ini beberapa hal yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 ditiadakan, misalnya, kewenangan prapenuntutan penuntut umum;
kewenangan penangkapan dalam tahap penyelidikan; penahanan rumah dan
penahanan kota (konsep penahanan hanya pada rumah tahanan negara); masa
perpanjangan penahanan karena alasan tertentu. Rumah penyimpanan benda sitaan
negara (Rupbasan) dalam KUHAP ini juga ditiadakan, yakni dengan memberikan
kewenangan masing-masing instansi yang melakukan penyitaan sesuai dengan tingkat
pemeriksaan. Keberadaan Rupbasan tersebut pada awalnya dikehendaki untuk
secepatnya melaksanakan KUHAP, namun dalam perjalanannya banyak mengalami
kendala, di samping juga belum tersedianya sarana dan prasarana.
Penangkapan dilakukan paling lama 1 hari, dengan ketentuan bahwa waktu
penangkapan diperhitungkan setelah yang bersangkutan berada dalam tempat
pemeriksaan, bukan pada saat ditangkap. Waktu penahanan pada semua tingkat
peradilan diubah menjadi 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang selama 30 (tiga
puluh) hari sehingga keseluruhan jumlah penahanan dari tingkat penahanan oleh
penyidik sampai tingkat pemeriksaan kasasi oleh Mahkamah Agung adalah 300 (tiga
ratus) hari. Ditentukan pula bahwa lamanya penahanan tidak boleh melebihi ancaman
pidana maksimum. Penangguhan penahanan hanya dijamin dengan uang dan syarat
serta besarnya jaminan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sebagai rujukan atau acuan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya,
KUHAP ini secara umum mengatur mengenai perlindungan hukum bagi pelapor,
pengadu, saksi, dan korban sebagai wujud tegaknya hukum dan keadilan masyarakat.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
85
Bantuan hukum dilakukan oleh advokat, disesuaikan dengan Undang-Undang
tentang Advokat. Penasihat hukum sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam
berhubungan dengan tersangka atau terdakwa diawasi oleh penyidik, penuntut umum,
dan petugas rutan. Ditentukan pula mengenai hak tersangka atau terdakwa untuk
menolak bantuan hukum.
Ditentukan pula mengenai terdakwa yang berhak untuk banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas (bukan lepas dari segala
tuntutan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat).
Untuk menggantikan lembaga praperadilan yang selama ini belum berjalan
sebagaimana mestinya, ditentukan lembaga baru dalam KUHAP ini, yakni lembaga
“Hakim Komisaris”. Lembaga ini pada dasarnya merupakan lembaga yang terletak
antara penyidik dan penuntut umum di satu pihak dan hakim di lain pihak. Wewenang
hakim komisaris lebih luas dan lebih lengkap daripada prapenuntutan (lembaga
praperadilan).
Peradilan koneksitas sebagai lembaga yang selama ini memisahkan antara
peradilan pidana militer dan peradilan pidana umum tidak lagi ditentukan atau diatur
dalam KUHAP ini. Hal ini berkaitan dengan keinginan adanya penundukan militer ke
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kecuali Kitab Undang-Undang Pidana
Militer menentukan lain.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ketentuan di dalam pasal ini adalah asas legalitas dalam hukum acara pidana.
Ada perbedaan antara asas legalitas di dalam hukum acara pidana dan hukum
pidana materiel yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang memakai istilah perundang-undangan pidana, sedangkan di
sini dipakai istilah Undang-Undang pidana. Ini berarti peraturan yang lebih rendah
dari Undang-Undang misalnya Peraturan Daerah tidak boleh mengatur acara
pidana, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan dan seterusnya, tetapi
boleh merumuskan suatu tindak pidana.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini disebut lex specialis derogate legi generali, artinya Undang-
Undang hukum pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana boleh
mengatur beberapa ketentuan hukum acara pidana sendiri yang
menyimpang dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, namun jika
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
86
tidak menyimpang secara tegas, maka berlaku ketentuan yang diatur di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Misalnya, Undang-
Undang tentang Terorisme yang mengatur mengenai jangka waktu
penahanan yang lebih lama daripada yang ditentukan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan “dilaksanakan secara wajar” adalah setiap orang yang
melakukan tindak pidana dan dituntut karena tindak pidana yang sama diadili
berdasarkan peraturan yang sama.
Yang dimaksud dengan “para pihak berlawanan secara berimbang” adalah yang
dikenal dengan sistem adversarial yang harus menjamin keseimbangan antara
hak Penyidik, hak Penuntut Umum, dan/atau hak tersangka atau terdakwa dalam
proses peradilan pidana.
Dengan demikian, penerapan hukum acara pidana di Indonesia merupakan
perpaduan antara sistem Eropa Kontinental dengan sistem adversarial.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” antara lain, meninggal dunia,
tidak mampu secara fisik dan mental, dibawah pengampuan, atau di bawah
perwalian.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud ”pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus
menurut Undang-Undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan
penyidikan”, ialah yang ditunjuk oleh perundang-undangan administrasi
yang bersanksi pidana, misalnya pejabat Bea Cukai, Imigrasi, Tera,
Perikanan, Lalu -Lintas dan Angkutan Jalan, dan lain-lain.
Huruf c
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
87
Yang dimaksud dengan “pejabat suatu lembaga yang ditunjuk secara
khusus menurut Undang-Undang tertentu yang diberi wewenang untuk
melakukan penyidikan”, ialah:
– Kejaksaan yang berwenang menyidik pelanggaran berat Hak Asasi
Manusia, korupsi dan lain-lain;
– Komisi Pemberantasan Korupsi yang berwenang menyidik tindak pidana
korupsi; dan
– Perwira Angkatan Laut yang berwenang menyelidiki pelanggaran di
Zona Ekonomi Eksklusif.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tindakan pertama” antara lain, mengamankan
tempat kejadian perkara, memasang garis polisi (police line).
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar penuntut umum sejak awal
sudah mengikuti perkembangan proses Penyidikan dan memberikan
konsultasi untuk perkara penting, sehingga tercipta sistem peradilan pidana
terpadu dan sekaligus untuk efisiensi penyelesaian pemberkasan perkara
dan tidak terjadi bolak-balik berkas perkara dari Penyidik ke penuntut umum
dan sebaliknya.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
88
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Penyidik dapat melakukan tugas di seluruh wilayah Indonesia. Wilayah hukum
masing-masing bersifat administratif.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan koordinasi dan konsultasi dari penyidik kepada penuntut
umum serta petunjuk dari penuntut umum kepada penyidik dapat
dilakukan secara langsung, baik tertulis maupun lisan yang dapat
dilakukan dengan telepon, faksimili, e-mail atau alat elektronik yang lain.
Pemenuhan formil yakni menyangkut identitas dan keabsahan suatu
tindakan hukum misalnya surat izin penahanan.
Pemenuhan materiel yakni menyangkut uraian pembuktian unsur-unsur
delik.
Pasal 14
Surat perintah pengehentian penyidikan ditandatangani oleh penyidik dan
diketahui oleh penuntut umum dalam lembaran yang sama.
Pasal 15
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini konsultasi dilakukan secara langsung oleh penyidik
dengan menunjukkan berkas perkara kepada Penuntut Umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
89
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tindakan hukum tertentu” misalnya
berdasarkan penetapan Hakim menghadirkan saksi tambahan,
melakukan penyitaan barang bukti yang belum disita pada waktu
penyidikan.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Pemanggilan dalam ketentuan ini dilakukan dengan surat panggilan yang
sah, artinya surat panggilan tersebut ditandatangani oleh pejabat penyidik
yang berwenang.
“Saksi” dalam ketentuan ini termasuk juga saksi yang dianggap perlu untuk
diperiksa yakni setiap orang yang diduga mempunyai kaitan dengan perkara
yang sedang disidik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Yang dimaksud dengan “alasan yang sah dan patut”, misalnya tidak mampu
berjalan karena sakit yang diterangkan dengan surat dokter.
Pasal 19
Untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, sejak dalam tahap penyidikan
kepada tersangka diberikan hak untuk didampingi oleh penasihat hukum.
Pasal 20
Penasihat hukum dalam ketentuan ini mengikuti jalannya pemeriksaan secara
pasif.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
90
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan saksi yang dapat menguntungkan tersangka adalah
yang dikenal dengan saksi “a decharge”.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Apabila tersangka dan/atau saksi tidak bisa baca tulis, tersangka dan/atau
saksi membubuhkan cap jempol pada berita acara dan penyidik harus
membacakan keterangan tersangka dan/atau saksi tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Dalam hal penahanan tersangka dilakukan oleh penyidik, maka tersangka,
keluarga, atau penasihat hukumnya dapat menyatakan keberatan terhadap
penahanan tersebut kepada penyidik atau kepada instansi yang
bersangkutan dengan disertai alasannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
91
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam melakukan penggeledahan, Penyidik cukup dengan menunjukkan
tanda pengenalnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah kekeliruan dengan benda lain yang tidak
ada hubungannya dengan perkara yang bersangkutan bahwa penyitaan benda
tersebut telah dilakukan.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pejabat penyimpan umum, antara lain, pejabat yang
berwenang dari arsip negara, catatan sipil, balai harta peninggalan, atau
notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
92
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman dianggap
sebagai keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter
bukan ahli kedokteran kehakiman dianggap hanya sebagai keterangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Yang dimaksud dengan “penggalian mayat” termasuk pengambilan mayat dari
semua jenis tempat dan cara penguburan.
Pasal 40
Ayat (1)
Perlindungan hukum dalam ketentuan Pasal ini adalah perlindungan
terhadap pelapor, pengadu, saksi, atau korban dari segala ancaman yakni
segala bentuk perbuatan yang mempunyai implikasi memaksa kepada
pelapor, pengadu, saksi, atau korban untuk melakukan suatu hal yang
berkenaan dengan diperlukannya keterangan dan/atau kesaksiannya pada
semua proses peradilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
93
Yang dimaksud dengan “tindakan pertama” antara lain, mengamankan
tempat kejadian perkara, memasang garis polisi (police line).
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 9 International Covenant on Civil
and Political Rights (ICCPR) yang telah disahkan dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik). Persetujuan dan permintaan persetujuan
dapat dilakukan secara lisan (melalui telepon) yang kemudian
ditindaklanjuti dengan tertulis misalnya melalui faksimili atau e-mail.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kewenangan penuntut umum dalam ketentuan ayat ini disebut juga dengan
asas oportunitas yaitu kewenangan untuk menuntut atau tidak menuntut
perkara dan untuk penyelesaian perkara di luar pengadilan. Penyelesaian di
luar pengadilan ini dipertanggungjawabkan kepada kepala Kejaksaan Tinggi
setiap bulan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
94
Ayat (2)
Artinya setiap penuntut umum diangkat untuk wilayah hukum kejaksaan
negeri. Apabila ada jaksa dari luar wilayah hukum kejaksaan negeri yang
bersangkutan atau dari Kejaksaan Tinggi atau dari Kejaksaan Agung yang
akan melakukan penuntutan di suatu wilayah kejaksaan negeri tertentu,
maka harus ada surat pengangkatan sementara dari jaksa agung sebagai
jaksa di tempat itu.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “meneliti” adalah tindakan penuntut umum dalam
mempersiapkan penuntutan apakah orang dan/atau benda tersebut dalam
hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian
yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 47
Dalam hal tertentu, kewenangan tersebut dibatasi pada :
a. terdapat fakta baru yang mematahkan alat bukti yang ada, misalnya, korban
pembunuhan ternyata masih hidup;
b. terdapat alasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
misalnya, pengaduan dicabut, terdakwa meninggal dunia, terjadi pencabutan
Undang-Undang.
Di luar alasan tersebut, penuntut umum harus melimpahkan perkara ke
persidangan.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
95
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Alasan baru tersebut diperoleh penuntut umum dari penyidik yang berasal
dari keterangan tersangka, saksi, benda, atau petunjuk baru yang diketahui
atau diperoleh kemudian.
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut
satu dengan yang lain”, apabila tindak pidana tersebut dilakukan:
a. oleh lebih seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat
bersamaan;
b. oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi
merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat oleh
mereka sebelumnya;
c. oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapat alat yang
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan
diri dari pemidanaan.
Ayat (2)
Tidak diperlukan untuk membuat berkas perkara terpisah bagi setiap tindak
pidana apabila satu berkas perkara mendukung tuntutan lebih dari satu
tindak pidana.
Ayat (3)
Apabila dua atau lebih tindak pidana dituntut dalam satu surat dakwaan,
setiap tindak pidana dipisahkan dalam surat dakwaan menjadi satu tuntutan
pidana.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “surat pelimpahan perkara” adalah surat
pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas
perkara.
Pasal 51
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
96
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Penangkapan dari tempat kejadian perkara hingga tersangka di bawa ke kantor
penyidik terdekat berlangsung paling lama 24 jam. Jika tempat kejadian agak jauh
dari kantor penyidik terdekat, maka lamanya waktu perjalanan dari tempat
kejadian ke tempat kantor penyidik terdekat sesuai dengan situasi.
Pasal 55
Bukti permulaan yang cukup artinya sesuai dengan alat bukti yang tercantum
dalam Pasal 177.
Pasal 56
Ayat (1)
Surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh penyidik yang berwenang
dalam melakukan penyidikan di daerah hukumnya. Pemberitahuan dapat
dilakukan pula dengan facsimile.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pemberitahuan kepada penuntut umum dan persetujuan penuntut umum
dapat diberikan secara tertulis, lisan, e-mail, facsimilie, telepon, paling lama
2 (dua) hari setelah dilakukan penahanan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Penangkapan yang dilakukan di pulau terpencil atau wilayah yang
transportasinya sulit, waktu perjalanan membawa tersangka ke tempat
penahanan oleh penyidik (yang lamanya 5 hari) tidak dihitung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
97
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penahanan yang dilakukan oleh Penuntut Umum dalam rangka penyidikan
sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Huruf c. Penahanan yang melebihi 5
(lima) hari tetap harus dilakukan oleh Hakim Komisaris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Hal ini merupakan sahnya penahanan yang bersifat mutlak.
Ayat (2)
Hal ini bisa disebut gelandangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Hal ini disebut perlunya penahanan, yang bersifat relatif. Ketentuan
sebagaimana diatur pada ayat (1) harus dipenuhi lebih dahulu.
Pasal 60
Ayat (1)
Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (3) International
Covenant on Civil and Political Rights yang telah disahkan dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant
on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik) .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “menghadapkan” adalah membawa tersangka
secara fisik kepada Hakim Komisaris disertai dengan permohonan
perpanjangan penahanan dalam hal Penyidik menganggap perlu
perpanjangan penahanan.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
98
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Setiap perpanjangan penahanan hanya dapat diberikan oleh pejabat yang
berwenang untuk itu, atas dasar alasan dan resume hasil pemeriksaan yang
diajukan kepadanya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang bersangkutan,
penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, di kantor kejaksaan
negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit (dalam hal yang berasngkutan
sakit dan memerlukan perawatan), atau di tempat lain yang disebabkan keadaan
yang mendesak.
Pasal 65
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
99
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan syarat penangguhan penahanan adalah meliputi
syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan syarat khusus
sesuai dengan yang ditentukan oleh instansi pada setiap tingkatan
pemeriksaan. Masa penangguhan penahanan dari tersangka atau terdakwa
tidak termasuk status masa tahanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Cukup Jelas.
Ayat (9)
Cukup Jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
– Dalam keadaan mendesak penggeledahan dapat dilakukan setiap saat;
– Yang dimaksud dengan “keadaan mendesak” adalah keadaan yang
patut dikhawatirkan tersangka atau terdakwa mengancam jiwa orang
lain, melarikan diri, menghilangkan, memindahkan, menukar, atau
merusak barang bukti.
Pasal 69
Ayat (1)
Keharusan untuk memperoleh izin terlebih dahulu dari Hakim Komisaris
dimaksudkan untuk menjamin hak pribadi seseorang atas rumah
kediamannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
100
Ayat (3)
Jika yang melakukan penggeledahan rumah itu bukan penyidik sendiri,
maka petugas kepolisian lainnya harus dapat menunjukkan selain surat izin
ketua pengadilan negeri, juga surat perintah tertulis dari penyidik.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dua orang saksi” adalah warga dari lingkungan
yang bersangkutan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “ketua lingkungan” adalah ketua atau wakil ketua
rukun kampung, ketua atau wakil ketua rukun warga, ketua atau wakil ketua
lembaga yang sederajat; (atau dengan nama lainnya)
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penggeledahan badan dalam ketentuan ini meliputi pemeriksaan rongga
badan; Penggeledahan yang dilakukan terhadap wanita, dilaksanakan oleh
pejabat wanita;
Dalam hal penyidik berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga
badan, penyidik dapat minta bantuan kepada pejabat kesehatan.
Pasal 74
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
101
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan tagihan, misalnya, rekening koran di bank,
giro, bilyet, surat berharga, dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat”, termasuk surat kawat, surat teleks, surat
faksimile, surat elektronik (e-mail) dan lainnya yang sejenis yang
mengandung suatu berita.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan benda yang dapat diamankan, antara lain,
benda yang mudah terbakar atau mudah meledak, sehingga harus
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
102
dijaga serta diberi tanda khusus atau benda yang dapat
membahayakan kesehatan orang atau lingkungan.
Huruf b
Pelaksanaan lelang dilakukan oleh kantor lelang negara setelah
diadakan konsultasi dengan pihak penyidik atau penuntut umum
setempat atau hakim yang bersangkutan sesuai dengan tingkat
pemeriksaan dalam proses pengadilan dan lembaga yang ahli dalam
menentukan sifat benda yang mudah rusak.
Ayat (2)
Benda untuk pembuktian yang menurut sifatnya lekas rusak dapat dijual
lelang dan uang hasil pelelangan dipakai sebagai ganti untuk diajukan di
sidang pengadilan, sedangkan sebagian kecil dari benda itu disisihkan
untuk dijadikan barang bukti.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “didokumentasikan” misalnya diambil gambarnya
dengan memotret atau merekam dalam video.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “benda yang dirampas untuk negara” adalah benda
yang harus diserahkan kepada instansi yang berwenang, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 82
Ayat (1)
Selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda itu masih
diperlukan atau tidak. Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat
bahwa benda yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian, maka
benda tersebut dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan atau
pemiliknya dalam keadaan seperti semula.
Dalam pengambilan benda sitaan hendaknya sejauh mungkin diperhatikan
segi kemanusiaan, dengan mengutamakan pengembalian benda yang
menjadi sumber kehidupan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
103
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah untuk mendapatkan
keterangan mengenai identitas tersangka, antara lain, nama, jenis kelamin,
usia, agama, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Cukup Jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Bagi terdakwa, pengadilan adalah tempat yang terpenting untuk pembelaan
diri karena di sanalah terdakwa dapat mengemukakan segala sesuatu yang
dibutuhkannya bagi pembelaan sehingga untuk keperluan tersebut
pengadilan menyediakan juru bahasa bagi terdakwa yang berkebangsaan
asing atau yang tidak bisa menguasai bahasa Indonesia. Ketentuan ini
dimaksudkan agar orang yang disangka melakukan tindak pidana
mengetahui dan mengerti perbuatannya serta perbuatan apa yang
sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya. Hal ini akan menjamin
tersangka untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan
demikian, tersangka akan mengetahui berat atau ringannya sangkaan
terhadap dirinya untuk mempertimbangkan tingkat atau pembelaan yang
dibutuhkan, misalnya, perlu atau tidaknya bantuan hukum untuk pembelaan
tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
104
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Tidak semua tersangka atau terdakwa mengerti bahasa Indonesia dengan
baik, terutama orang asing sehingga mereka tidak mengerti apa yang
sebenarnya disangkakan atau didakwakan. Oleh karena itu, mereka berhak
mendapat bantuan juru bahasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Ayat (1)
Menyadari asas peradilan yang wajib dilaksanakan secara sederhana,
cepat, dan dengan biaya ringan serta dengan pertimbangan bahwa mereka
yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun tidak
dikenakan penahanan, kecuali tindak pidana yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf b. Oleh karena itu, bagi
tersangka/terdakwa yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun
atau lebih, dan kurang dari 15 (lima belas) tahun, penunjukan penasihat
hukumnya disesuaikan dengan perkembangan dan keadaan tersedianya
tenaga penasihat hukum di tempat tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
105
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Penyidik atau hakim dapat menentukan jumlah saksi atau ahli yang diajukan oleh
tersangka atau terdakwa.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan pembelaan perkaranya” adalah
bahwa mereka wajib menyimpan isi berita acara tersebut untuk diri sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Yang dimaksud dengan “turunan” adalah dapat berupa fotokopi.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
106
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Tersangka dapat tidak didampingi oleh penasihat hukum misalnya,
dalam perkara pelanggaran hak asasi manusia berat, terorisme, dan
perdagangan senjata.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Kewenangan Hakim Komisaris ini berkaitan dengan kewenangan
Penuntut Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3).
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2)
Hakim Komisaris membuat putusan melalui sidang dengan memeriksa
tersangka, terdakwa atau saksi, setelah mendengar konklusi penuntut
umum.
Ayat (3)
Hakim Komisaris merupakan lembaga yang terletak antara penyidik dan
penuntut umum di satu pihak dan hakim di lain pihak. Wewenang Hakim
Komisaris lebih luas dan lebih lengkap daripada prapenuntutan
(lembaga praperadilan).
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
107
Instansi yang berwenang adalah instansi yang menurut peraturan
perundang-undangan mempunyai kewenangan sebagai Central Authority.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Daftar keterangan dalam ketentuan ini misalnya informasi atau pernyataan
yang diperlukan untuk pembuktian perkara.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
108
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Yang dimaksud dengan “keadaan daerah tidak memungkinkan”, antara lain
terjadinya bencana alam atau huru-hara pada daerah tersebut.
Pasal 127
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menganut asas personalitas aktif dan asas
personalitas pasif yang membuka kemungkinan tindak pidana yang dilakukan di
luar negeri dapat diadili menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penunjukan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara
pidana tersebut, di samping letak pengadilan tersebut di ibu kota negara,
dimaksudkan pula agar jalannya peradilan atas perkara pidana dapat dilakukan
dengan mudah dan lancar.
Pasal 128
Permintaan banding dalam ketentuan ini dilakukan oleh terdakwa atau kuasanya
atau oleh penuntut umum.
Pasal 129
Permintaan kasasi dalam ketentuan ini dilakukan oleh terdakwa atau kuasanya
atau oleh penuntut umum.
Pasal 130
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kerugian karena dikenakan tindakan lain” adalah
kerugian yang ditimbulkan oleh penegak hukum yang melakukan
penggeledahan rumah atau penyitaan yang dilakukan secara tidak sah
menurut hukum.
Ayat (2)
Penahanan tanpa alasan adalah penahanan yang lebih lama daripada yang
dijatuhkan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
109
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Terpidana yang mampu membayar ganti kerugian tidak pantas mendapatkan
pidana yang lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak mampu sebab ia
memiliki uang untuk membayar kompensasi. Ketentuan ini dimaksudkan agar
terpidana yang memiliki kemampuan membayar kompensasi menghindari
pembayaran ganti kerugian.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “orang lain” adalah keluarga atau penasihat hukum.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
110
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal kejaksaan negeri yang menerima surat pelimpahan perkara dari
kejaksaan negeri semula, maka kejaksaan negeri tersebut membuat surat
pelimpahan baru untuk disampaikan ke pengadilan negeri yang tercantum
dalam surat ketetapan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 141
Ayat (1)
Apabila waktu 7 (tujuh) hari terlampaui, maka mengakibatkan perlawanan
batal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hakim yang ditunjuk” adalah majelis hakim atau
hakim tunggal.
Yang dimaksud dengan “secara acak” adalah berdasarkan urutan
masuknya perkara ke pengadilan dan nama hakim yang akan mengadili
perkara tersebut diundi.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
111
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pemanggilan terdakwa dan saksi dilakukan dengan surat panggilan oleh
penuntut umum secara sah dan harus telah diterima oleh terdakwa dalam
jangka waktu sekurang-kurangnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal terdakwa setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tidak
dapat dihadirkan dengan baik, maka terdakwa dapat dihadirkan dengan
paksa.
Pasal 147
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
112
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai terjadi saling
mempengaruhi di antara para saksi sehingga keterangan saksi tidak dapat
diberikan secara bebas.
Ayat (2)
Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang
menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk
memberikan keterangan, tetapi dengan menolak kewajiban itu, ia dapat
dikenakan pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
Demikian pula halnya dengan ahli.
Pasal 152
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan kata “dapat” dalam ketentuan ayat ini tidak
dimaksudkan sebagai suatu keharusan dari penasihat hukum untuk
menghadirkan bukti, ahli, dan saksi.
Ayat (9)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
113
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Saksi, ahli atau terdakwa juga akan menyebutkan nama lengkap, usia atau
tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan mereka.
Pasal 153
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Keterangan saksi atau ahli yang tidak mau disumpah atau mengucapkan
janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah
merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hakim berwenang untuk memperingatkan baik kepada penuntut umum
maupun kepada penasihat hukum, apabila pertanyaan yang diajukan itu
tidak ada kaitannya dengan perkara.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “tidak relevan” misalnya pertanyaan yang diajukan
membuat rancu, menyesatkan, melecehkan, tidak benar, hanya mengulangulang,
mengulur waktu, atau diajukan dengan cara yang tidak tepat.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
114
Ayat (8)
Ketentuan dalam ayat ini merupakan perpaduan penerapan sistem yang
berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana dan sistem adversarial.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 157
Yang dimaksud dengan “pertanyaan yang bersifat menjerat” misalnya hakim
dalam salah satu pertanyaan menyebutkan suatu tindak pidana yang tidak diakui
telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap
seolah-olah diakui atau dinyatakan. Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh
diajukan kepada terdakwa ataupun kepada saksi. Ketentuan ini sesuai dengan
prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan secara bebas di
semua tingkat pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan Hakim, Penuntut Umum, atau
Penasihat Hukum tidak boleh melakukan tekanan dengan cara apapun, misalnya
dengan mengancam yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan
keterangan hal yang berbeda dari hal yang dapat dianggap sebagai pernyataan
pikirannya yang bebas.
Pasal 158
Cukup jelas
Pasal 159
Ayat (1)
Untuk melancarkan jalannya pemeriksaan saksi, adakalanya hakim ketua
sidang menganggap bahwa saksi yang sudah didengar keterangannya
mungkin akan merugikan saksi berikutnya yang akan memberikan
keterangan, sehingga perlu saksi pertama tersebut untuk sementara ke luar
dari ruang sidang selama saksi berikutnya masih didengar keterangannya.
Ayat (2)
Ada kalanya terdakwa atau penuntut umum berkeberatan terhadap
dikeluarkannya saksi dari ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), misalnya diperlukan kehadiran saksi tersebut agar ia dapat ikut
mendengarkan keterangan yang diberikan oleh saksi yang didengar
berikutnya demi kesempurnaan hasil keterangan saksi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
115
Pasal 160
Bersama-sama menjadi terdakwa, termasuk jika suatu tindak pidana dilakukan
bersama-sama oleh para terdakwa, tetapi berkas perkara dipisahkan. Ketentuan
ini untuk menghindari self-incrimination, jika terdakwa bergantian menjadi saksi
dalam perkara yang dipisah.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Ayat (1)
Pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk
menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Jika tidak ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti yang
ditentukan oleh ayat ini, hakim menentukan sah atau tidaknya alasan yang
dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 163
Mengingat bahwa anak yang belum 15 (lima belas) tahun, demikian juga orang
yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila, meskipun hanya kadang-kadang saja,
yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psikopat, mereka ini tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana. Untuk itu, yang
bersangkutan tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan
keterangan dan keterangannya hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Ayat (1)
Jika menurut pendapat hakim seorang saksi itu akan merasa tertekan atau
tidak bebas dalam memberikan keterangan apabila terdakwa hadir, maka
untuk menjaga hal yang tidak diinginkan, hakim dapat menyuruh terdakwa
ke luar untuk sementara dari persidangan selama hakim mengajukan
pertanyaan kepada saksi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
116
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Ayat (1)
Sidang dibuka kembali dimaksudkan untuk menampung data tambahan
sebagai bahan untuk musyawarah hakim.
Ayat (2)
Apabila tidak terdapat mufakat bulat, pendapat lain dari salah seorang
hakim majelis dicatat dalam berita acara sidang majelis yang sifatnya
rahasia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan
kepastian hukum bagi seseorang.
Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti
yang sah.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
117
Pasal 177
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “barang bukti” adalah barang atau alat yang
secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan tindak pidana
(real evidence atau physical evidence) atau hasil tindak pidana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “surat” adalah segala tanda baca dalam
bentuk apapun yang bermaksud untuk menyatakan isi pikiran.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “bukti elektronik” adalah informasi yang
diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan
alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data
atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang
dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang
tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang
terekam secara elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta,
rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki
makna.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengamatan Hakim dalam ketentuan ini didasarkan pada seluruh
kesimpulan yang wajar yang ditarik dari alat bukti yang ada.
Ayat (2)
Hanya alat bukti yang diperoleh secara sah menurut hukum yang dapat
digunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa di hadapan pengadilan.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
118
Pasal 178
Yang dimaksud dengan “surat lain” misalnya, akte di bawah tangan.
Yang dimaksud dengan “surat yang dibuat oleh pejabat” adalah termasuk surat
yang dikeluarkan oleh suatu majelis yang berwenang untuk itu.
Pasal 179
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan
dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan atau pekerjaan.
Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum, maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan
dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan
setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.
Pasal 180
Ayat (1)
Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari
orang lain atau “testimonium de auditu”.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ketentuan ini disebut pembuktian berantai (ketting bewijs).
Ayat (6)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengingatkan hakim agar memperhatikan
keterangan saksi yang benar-benar diberikan secara bebas, jujur, dan
obyektif.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
119
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
Pasal 183
Cukup jelas
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Ayat (1)
Penetapan mengenai penyerahan barang bukti, misalnya sangat diperlukan
untuk mencari nafkah, seperti kendaraan, alat pertanian, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 188
Cukup jelas.
Pasal 189
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Setelah diucapkan putusan tersebut, berlaku baik bagi terdakwa yang hadir
maupun yang tidak hadir. Ayat ini dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan terdakwa yang hadir dan menjamin kepastian hukum secara
keseluruhan dalam perkara ini.
Ayat (3)
Dengan pemberitahuan ini dimaksudkan supaya terdakwa mengetahui
haknya.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
120
Pasal 190
Cukup jelas.
Pasal 191
Cukup jelas.
Pasal 192
Cukup jelas.
Pasal 193
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian bagi terdakwa atau jaksa
agar tidak berlarut-larut waktunya untuk mendapatkan petikan surat putusan
tersebut, dalam rangka menggunakan upaya hukum.
Pasal 194
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian untuk
membuka kemungkinan surat palsu atau dipalsukan yang dipakai sebagai
barang bukti, dalam hal dipergunakan upaya hukum. Di samping itu,
ketentuan ini ditujukan sebagai jaminan ketelitian panitera dalam berkas
perkara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 195
Cukup jelas.
Pasal 196
Cukup jelas.
Pasal 197
Cukup jelas
Pasal 198
Ketentuan dalam Pasal ini dikenal dengan sebutan ”saksi mahkota” (kroon
getuigen/crown witness).
Pasal 199
Ayat (1)
Tindak pidana “penghinaan ringan” ikut digolongkan di sini dengan disebut
tersendiri karena sifatnya ringan sekalipun ancaman pidana penjara paling
lama 4 (empat) empat bulan.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
121
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penyidik atas kuasa penuntut umum” yakni
penuntut umum tidak perlu hadir di sidang pengadilan dan tidak diperlukan
surat kuasa.
Yang dimaksud dengan “atas kuasa” dari penuntut umum kepada penyidik
adalah demi hukum. Dalam hal penuntut umum hadir, tidak mengurangi
nilai “atas hukum” tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 200
Cukup jelas.
Pasal 201
Cukup jelas.
Pasal 202
Ayat (1)
Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar terdakwa dapat memenuhi
kewajibannya untuk datang ke sidang pengadilan pada hari, tanggal, jam
dan tempat yang ditentukan.
Ayat (2)
Sesuai dengan acara pemeriksaan cepat, maka pemeriksaan dilakukan
hari itu juga.
Ayat (3)
Oleh karena penyelesaiannya yang cepat, maka perkara yang diadili
menurut cara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku register
dengan masing-masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara
berurutan.
Ayat (4)
Ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut acara
pemeriksaan cepat sehingga tidak diperlukan surat dakwaan yang dibuat
oleh penunut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara biasa,
melainkan dalam buku register sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)).
Pasal 203
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
122
Pasal 204
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian perkara,
dengan tetap dilakukan secara teliti dan hati-hati.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 205
Cukup jelas.
Pasal 206
Berbeda dengan pemeriksaan menurut acara biasa, pemeriksaan menurut
acara cepat, terdakwa dapat mewakilkan orang lain atau kuasanya di sidang.
Pasal 207
Cukup jelas.
Pasal 208
Sesuai dengan makna yang terkandung dalam acara pemeriksaan cepat,
segala sesuatu berjalan dengan cepat dan tuntas, maka benda sitaan
dikembalikan kepada yang paling berhak pada saat amar putusan telah
dipenuhi.
Pasal 209
Cukup jelas.
Pasal 210
Ayat (1)
Tugas pengadilan luhur sifatnya, oleh karena itu tidak hanya bertanggung
jawab kepada hukum, sesama manusia, dan dirinya, akan tetapi juga
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya setiap orang wajib
menghormati martabat lembaga ini, khususnya bagi mereka yang berada
di ruang sidang sewaktu persidangan sedang berlangsung bersikap
hormat secara wajar dan sopan serta tingkah laku yang tidak
menyebabkan timbulnya kegaduhan sehingga persidangan terhalang
karenanya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini dikenal dengan contempt of court yakni salah
satu tindak pidana terhadap penyelenggaraan peradilan
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
123
Pasal 211
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “petugas keamanan” dalam ketentuan ini adalah
pejabat kepolisian negara Republik Indonesia dan tanpa mengurangi
wewenangnya dalam melakukan tuganya wajib melaksanakan petunjuk
ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ayat (3)
Seseorang yang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak,
alat ataupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang
tersebut wajib menitipkan di tempat khusus yang disediakan untuk itu.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 212
Cukup jelas.
Pasal 213
Cukup jelas.
Pasal 214
Cukup jelas.
Pasal 215
Cukup jelas.
Pasal 216
Penyimpanan surat putusan pengadilan meliputi seluruh berkas mengenai
perkara yang bersangkutan.
Pasal 217
Cukup jelas.
Pasal 218
Ayat (1)
Salinan surat putusan diberikan dengan cuma-cuma.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
124
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220
Tiap jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang ini selalu dihitung
hari berikutnya setelah hari pengumuman, perintah, atau penetapan
dikeluarkan.
Pasal 221
Cukup jelas.
Pasal 222
Cukup jelas.
Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224
Cukup jelas.
Pasal 225
Cukup jelas.
Pasal 226
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Panitera dilarang menerima permintaan banding perkara yang tidak dapat
dibanding atau permintaan banding yang diajukan setelah tenggang waktu
yang ditentukan berakhir.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 227
Cukup jelas.
Pasal 228
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
125
Pasal 229
Ayat (1)
Maksud pemberian batas waktu 14 (empat belas) hari adalah agar
perkara banding tersebut tidak tertumpuk di pengadilan negeri dan segera
diteruskan ke pengadilan tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 230
Cukup jelas.
Pasal 231
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Apabila dalam perkara pidana terdakwa menurut Undang-Undang dapat
ditahan, maka sejak permintaan banding diajukan, pengadilan tinggi
menentukan ditahan atau tidaknya. Jika penahanan yang dikenakan
kepada pembanding mencapai jangka waktu yang sama dengan pidana
yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri kepadanya, ia harus dibebaskan
seketika itu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 232
Cukup jelas.
Pasal 233
Cukup jelas.
Pasal 234
Ayat (1)
Perbaikan pemeriksaan dalam hal ada kelalaian dalam penerapan hukum
acara harus dilakukan sendiri oleh pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
126
Pasal 235
Cukup jelas.
Pasal 236
Cukup jelas.
Pasal 237
Cukup jelas.
Pasal 238
Dalam doktrin hukum acara pidana, “bebas tidak murni” adalah “lepas dari
segala tuntutan hukum” (ontslag van alle rechtsvervolging). Oleh karena itu,
untuk mengajukan kasasi terhadap putusan bebas yang digolongkan sebagai
bebas tidak murni harus terlebih dahulu dinyatakan sebagai putusan lepas dari
segala tuntutan hukum, dimana perbuatan yang didakwakan terbukti namun
terdapat dasar pembenar atau dasar pemaaf.
Pasal 239
Cukup jelas.
Pasal 240
Cukup jelas.
Pasal 241
Cukup jelas.
Pasal 242
Cukup jelas.
Pasal 243
Cukup jelas.
Pasal 244
Cukup jelas.
Pasal 245
Cukup jelas.
Pasal 246
Cukup jelas.
Pasal 247
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
127
Pasal 248
Cukup jelas.
Pasal 249
Cukup jelas.
Pasal 250
Cukup jelas.
Pasal 251
Cukup jelas.
Pasal 252
Cukup jelas.
Pasal 253
Cukup jelas.
Pasal 254
Cukup jelas.
Pasal 255
Cukup jelas.
Pasal 256
Cukup jelas.
Pasal 257
Cukup jelas.
Pasal 258
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat ini memuat alasan secara limitatif untuk dapat dipergunakan sebagai
dasar untuk meminta peninjauan kembali suatu putusan perkara pidana
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 259
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
128
Pasal 260
Cukup jelas.
Pasal 261
Cukup jelas.
Pasal 262
Cukup jelas.
Pasal 263
Cukup jelas.
Pasal 264
Cukup jelas.
Pasal 265
Cukup jelas.
Pasal 266
Cukup jelas.
Pasal 267
Cukup jelas.
Pasal 268
Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini adalah bahwa pidana yang
dijatuhkan berturut-turut tersebut ditetapkan untuk dijalani oleh terpidana secara
berkesinambungan antara menjalani pidana yang satu dengan yang lain.
Pasal 269
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Jangka waktu 3 (tiga) bulan dalam ayat (3) dimaksudkan untuk
memperhatikan hal yang tidak mungkin diatasi pengaturannya dalam
waktu singkat.
Ayat (4)
Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tetap dijaga
agar pelaksanaan lelang tersebut tidak ditunda.
Pasal 270
Cukup jelas.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
129
Pasal 271
Karena terdakwa dalam hal yang dimaksud dalam Pasal ini bersama-sama
dijatuhi pidana karena dipersalahkan melakukan tindak pidana dalam satu
perkara, maka wajar apabila biaya perkara dan/atau ganti rugi ditanggung
bersama secara berimbang.
Pasal 272
Cukup jelas.
Pasal 273
Cukup jelas.
Pasal 274
Cukup jelas.
Pasal 275
Cukup jelas.
Pasal 276
Cukup jelas.
Pasal 277
Informasi yang dimaksud dalam Pasal ini dituangkan dalam bentuk yang telah
ditentukan.
Pasal 278
Cukup jelas.
Pasal 279
Yang dimaksud dengan “secara berkala” adalah setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Pasal 280
Cukup jelas.
Pasal 281
Cukup jelas.
Pasal 282
Cukup jelas.
Pasal 283
Kodifikasi ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau disingkat
KUHAP.
http://www.legalitas.org
http://www.Legalitas.org
130
Pasal 284
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR……